*Sebenarnya ini hanya tugas hikayatku, yeaah just post =D
Hikayat
Saudagar Sombong
Dahulu kala, disebuah desa yang asri
dan sangat damai terdapat seorang saudagar yang kaya bernama Sultan Ametung.
Sultan Ametung memiliki istri yang bernama Diah Ametung. Pernikahan Sultan
Ametung dan Diah Ametung meiliki satu anak yang bernama Hamengkubuono.
Hamengkubuono adalah seorang remaja laki-laki yang berparas tampan, tinggi,
putih, dan sangat ramah kepada siapapun. Sifat Hamengkubuono sangatlah berbeda
dengan sifat ayah dan ibunya. Ayah dan ibu Hamengkubuono sangatlah keji dan
kejam terhadap masyarakat miskin yang ada dilingkungannya. Sultan Ametung dan
Diah Ametung sangatlah membeda-bedakan derajat kekayaan. Sultan Ametung dan
Diah Ametung sangat melarang anaknya untuk tidak dekat atau bergaul dengan
rakyat miskin.
Di pagi hari yang sejuk, Hamengkubuono berkeliling desa
dengan menaiki kudanya. Ia melewati hamparan sawah yang hijau, dengan rama ia
menyapa setiap orang yang bertemu dengannya. Dengan terus menaiki kudanya,
Hamengkubuono bertemu dengan sesosok wanita yang sangat cantik. Perempuan itu
sangat mempesona dan dapat memikat hati Hamengkubuono.
Ke esokan harinya, Diah Ametung bersama dengan suaminya
berkeliling desa dengan menggunakan kereta kuda. Diah Ametung keluar dengan
mengenakan baju yang sangat mewah dan perhiasan yang berentet di tangan kanan
dan kirinya. Suami istri tersebut melihat hamparan sawahnya yang terbetang
sangat luas. Dengan suara yang keras sambil membentak-bentak, Diah Ametung
menyuruh para petaninya untuk bekerja lebih cepat dan semangat.
“He bodoh! Cepat kerjakan pekerjaanmu, jangan benyak
istirahat. Jangan membuatku rugi karena tingkahmu yang malas ini!” bentak Diah
Ametung.
“Iya Nyonya, maafkan saya, saya hanya kehausan dan minum
sebentar, maafkan saya Nyonya,” jawab petani itu sambil tergesa-gesa untuk
segera meneruskan pekerjaannya.
“Untuk semuanya!
Kalian disini bekerja dan kubayar, jadi jangan seenaknya sendiri, aku bisa
memecatmu kapan saja aku mau,” ucap Diah Ametung.
Dengan wajah kesal, Diah Ametung kembali menuju kereta
kudanya dan langsung duduk di samping suaminya yang sedari tadi hanya duduk
sambil memperhatikan para petani yang sedang bekerja.
Sultan Ametung dan Diah Ametung segera pulang dan kembali
ke istananya yang sangat megah. Ditengah perjalanan, terjadi suatu insiden
yaitu dengan tiba-tiba kereta kuda yang dikendarai Diah Ametung dan Sultan
Ametung berhenti dengan sangat tiba-tiba yang menyebabkan tubuh Sultan Ametung
dan Diah Ametung terdorong ke depan lalu kemudian jatuh.
Dengan sangat marah, Sultan Ametung berdiri dan melihat
sosok perempuan tersungkur di depan kereta kudanya yang kebingungan dengan
barang bawaannya yang bercecer dimana-mana.
“He wanita sialan! Gara-gara kamu aku terjatuh, apa yang
sedang kamu lakukan?! Lihat kereta kudaku jadi berantakan!” bentak Sultan
Ametung dengan amarah yang meledak-ledak.
“Maaf Tuan, tadi saya hanya ingin menyeberang dan saya
tidak bisa menghindari kereta kuda Tuan karena kereta Tuan melaju dengan sangat
kencang,” jawab wanita itu.
“Oh, jadi kamu berani menyalahkan kereta kudaku? Kamu
hanya seorang rakyat miskin yang tidak memiliki pengetahuan tentang laju kuda
yang dapat kupacu. Ini daerah kekuasaanku, jadi aku bisa melajukan kudaku
sesuai dengan keinginanku.” Jelas Sultan Ametung dengan emosi yang
menggebu-gebu.
Sedangkan wanita itu hanya diam dengan menundukkan
kepalanya.
“Maafkan saya Tuan, saya akan mencoba memperbaiki kereta
kuda Tuan yang rusak,” ucap wanita itu dengan lirih.
“Apa katamu? Memperbaiki kereta kudaku ini? Dengan
tanganmu?” Tanya Sultan Ametung kepada wanita itu.
“Iya Tuan, aku akan memperbaiki kereta kudamu dengan
tanganku. Aku akan melakukannya,” jelas wanita itu.
“Tidak! Tidak akan kubiarkan tanganmu menyentuh kereta
kudaku ini. Tidak sembarangan orang bisa menyentuh kereta kudaku, kereta kuda
ini mahal karena dilapisi emas, kau tak pantas menyentuhnya apalagi
memperbaikinya,” ucap Sultan Ametung dengan nada sombong.
“Lalu, apa yang bisa saya lakukan untuk menebus kesalahan
saya?” ucap wanita itu dengan sangat lirih.
“Bekerjalah menjadi petaniku dengan tidak mendapat
bayaran selama 3 bulan. Bagaimana? Kau bisa melaksanakan itu?” tawar Sultan
Ametung.
“Baik Tuan, saya akan melaksanakan itu,” jawab wanita
itu.
“Lalu, siapakah namamu?” Tanya Sultan Ametung.
“Namaku Sinta Tuan,” jawab Sinta.
“Bagus, Sinta kamu besok bisa mulai bekerja,” jelas
Sultan Ametung.
Setelah berdebat dengan
cukup panjang, akhirnya Sultan Ametung dan Diah Ametung segera meninggalkan
Sinta yang masih tertunduk. Sesampainya di istana, Diah Ametung melihat anaknya,
Hamengkubuono sedang duduk sambil melamun. Lalu, Diah Ametung menghampiri
anaknya tersebut.
“Nak, umurmu sudah cukup untuk menikah dengan wanita yang
layak bagimu,” ucap Diah Ametung sambil mengelus rambut Hamengkubuono.
“Aku sudah menemukan wanita yang menurutku pantas untukku
Bu,” jawab Hamengkubuono.
“Siapakah wanita itu nak?” Tanya Diah Ametung.
“Entahlah Bu, aku tidak tahu siapa wanita itu, tapi yang
aku tahu, dia adalah wanita yang sangat mempesona, dia cantik, anggun, dan….
Entahlah dia telah memikat hatiku,” jelas Hamengkubuono panjang lebar.
“Sepertinya dia memang telah memikat hatimu nak, aku bisa
melihat itu dari sorot matamu. Lalu, bisakah kau mengenalkannya padaku?” pinta
Diah Ametung.
“Aku belum mengenalnya Bu, aku hanya bertemu sekali dan
aku langsung tertarik padanya karena dia memang mempesona,” ucap Hamengkubuono.
“Lalu, dimanakah kau bertemu dengan wanita itu untuk yang
pertama kalinya?” Tanya Diah Ametung dengan penasaran.
“Di desa ini Bu, waktu itu dia sedang mencuci baju di
sungai dekat jembatan,” jelas Hamengkubuono.
Akhirnya, Hamengkubuono
bercerita panjang lebar tentang wanita yang beberapa hari ini selalu mengisi
pikirannya. Keesokan harinya, Diah Ametung menyuruh Hamengkubuono untuk
berkeliling desa dengan tujuan agar Hamengkubuono dapat bertemu dengan wanita
yang mampu membuat hatinya luluh dan agar Hamengkubuono dapat mengenalkan
wanita itu kepada ibunya, Diah Ametung.
Setelah agak lama berkeliling desa, akhirnya Hamengkubuono
menemukan sosok wanita yang dicarinya. Wanita itu sedang sibuk dengan barang
yang dibawanya. Wanita itu mengenakan baju kebaya kuning dan sarung berwarna
hitam. Dia terlihat sangat cantik dan anggun dengan rambut yang di cepol.
Lagi-lagi, Hamengkubuono terpesono dengan kecantikan wanita itu.
Hamengkubuono segera mendekatinya dan mulai menyapa
dengan suara yang sangat halus. Dan ternyata, wanita itu menyambut sapaan
Hamengkubuono dengan baik. Akhirnya mereka berdua saling berkenalan. Wanita itu
bernama Sinta. Sinta adalah wanita desa yang sangat terkenal di daerahnya
karena kecantikan dan keramahannya kepada siapapun. Dia adalah anak dari
seorang rakyat biasa. Sinta dijuluki sebagai kembang desa. Banyak laki-laki
yang ingin meminang Sinta, namun Sinta berulang kali menolak pinangan-pinangan
itu.
Semakin hari, Hamengkubuono semakin jatuh hati kepada
Sinta. Semakin hari, mereka semakin dekat dan Sinta juga mulai jatuh hati
kepada Hamengkubuono. Dan akhirnya, Hamengkubuono mengutarakan semua yang dia
rasakan kepada Sinta. Di bawah langit dan di hamparan sawah yang sangat luas,
Hamengkubuono dengan jelas dan gamblang menyatakan bahwa Hamengkubuono ingin
meminang Santi. Santi pun menerimanya dan untuk pertama kalinya, Hamengkubuono
mengantarkan Santi pulang ke rumahnya dengan menunggang kuda milik
Hamengkubuono.
Saat di perjalanan, Hamengkubuono bertemu dengan
rakyat-rakyat yang ada di desanya dan terlihat wajah-wajah yang kaget melihat
kejadian itu. Dan untuk yang pertama kalinya, Hamengkubuono berkenalan dengan orang
tua Sinta. Orang tua Sinta menyambut kedatangan Hamengkubuono dengan baik. Hamengkubuono
pun menyatakan keinginan mempersunting Sinta kepada orang tua Sinta, dan orang
tua Sinta langsung menyetujuinya karena mereka sudah mengetahui bahwa
Hamengkubuono adalah pria yang baik kepada siapapun, dan yang terpenting adalah
tidak membeda-bedakan derajat orang lain. Tidak beberapa lama, Hamengkubuono
pun berpamitan pulang. Hamengkubuono sangat paham dan mengerti bahwa Sinta
berasal dari keluarga yang biasa saja. Tapi keadaan itu tidak berpengaruh
sedikit pun dengan perasaan Hamengkubuono. Hamengkubuono berfikir bahwa ibunya
pasti tidak menyetujui hubungan Hamengkubuono dengan Sinta. Hamengkubuono tidak
bercerita apapun tentang Sinta kepada ibunya.
Kedekatan antara Hamengkubuono dan Sinta sudah menjadi
buah bibir rakyat di desa itu. Banyak rakyat yang iri terhadap kedekatan mereka
berdua. Terutama wanita-wanita desa yang terpesona dengan keelokan paras Sinta.
Berita kedekatan antara Sinta dengan Hamengkubuono sampai di telinga Sultan
Ametung dan Diah Ametung.
Akhirnya, Hamengkubuono dipanggil Sultan Ametung dan Diah
Ametung untuk dimintai penjelasan tentang yang didengarnya. Hamengkubuono
adalah termasuk pria yang jujur. Jadi, dia mengakui semuanya. Hamengkubuono
mengakui dengan sangat gamblang tentang kedekatannya dengan Sinta dan
keinginannya untuk meminang Sinta. Dengan sangat terkejut, Diah Ametung menolak
mentah-mentah keinginan anaknya tersebut. Penolakan itu disertai beberapa
alasan, yaitu karena perbedaan derajat dan Diah Ametung menganggap bahwa Sinta
adalah bukan wanita baik sehingga tidak pantas menikah dengan anaknya. Dan
Sultan Ametung menganggap bahwa Sintalah yang menyebabkan kereta kudanya rusak
karena kejadian saat itu.
Dengan tidak berputus asa, Hamengkubuono tetap berusaha
meminta restu kepada ayah dan ibunya. Namun, keputusan Sultan Ametung dan Diah
Ametung sangat kuat sehingga mereka tetap tidak menyetujui keinginan anaknya
untuk meminang Sinta.
Akhirnya, Hamengkubuono dikurung oleh ibunya selama
beberapa hari. Dia tidak diperbolehkan menemui Sinta lagi. Seluruh pintu dan
jendela atau apapun yang bisa membuat Hamengkubuono melarikan diri dari istana
ditutup dengan rapat dan dijaga oleh para pengawal.
Tapi suatu hari, di istana ada penyelundupan orang
sehingga menyebabkan para pengawal lengah dalam menjaga pintu-pintu dan jendela
itu. Akhirnya, Hamengkubuono pergi ke rumah Sinta dan berniat mengajak Sinta
kawin lari. Dengan mendapat ijin dari orang tua Sinta, Hamengkubuono dengan
Sinta akhirnya meninggalkan desanya dan pergi ke negeri lain.
Seketika, keadaan di istana genting karena hilangnya
Hamengkubuono. Sultan Ametung dan Diah Ametung langsung beranggapan bahwa
Hamengkubuono pasti kabur untuk menemui Sinta. Lalu, Sultan Ametung dan Diah
Ametung menuju rumah Sinta dengan membawa banyak pengawalnya. Orang tua dari
Sinta sangat terkejut dengan kedatangan dari Sultan Ametung dan Diah Ametung. Orang
tua Sinta sangat merahasiakan kemana perginya Hamengkubuono dan Sinta. Sultan Ametung
sangat marah kepada orang tua Sinta. Sultan Ametung dan Diah Ametung mengancam orang
tua dengan segala bentuk ancaman. Tapi, orang tua Sinta tidak takut dan tetap
melawan Sultan Ametung dan Diah Ametung dengan kata-kata bijak yang diharapkan
dapat menyadarkan orang tua Hamengkubuono ini. Tapi, Sultan Ametung dan Diah
Ametung masih berkeras hati.
Setiap hari orang tua Sinta mendapat gangguan dari orang
tua Hamengkubuono. Tapi, dengan sabar orang tua Sinta tetap menjalani kehidupannya
seperti tidak ada gangguan. Tapi suatu malam, rumah orang tua Sinta mengalami
kebakaran. Orang di desanya sangat terkejut dengan adanya kejadian itu. Lalu,
Sultan Ametung dan Diah Ametung datang ke rumah orang tua Sinta yang telah
hangus itu, dengan gamblang, Sultan Ametung mengaku bahwa yang telah membuat
rumah itu terbakar adalah dirinya. Orang tua Sinta dan rakyat yang melihat
kejadian itu sangat terkejut mendengar pernyataan dari Sultan Ametung.
“Ini bukti bahwa aku bisa melakukan apapun sesuai dengan
yang kumau, termasuk membakar rumahmu yang jelek ini!” ucap Sultan Ametung
dengan nada sombong.
Semua orang yang ada di tempat itu hanya diam dan tak ada
seorang pun yang berani membantahnya. Seketika, terdengar suara kuda yang
berlari kearah kerumunan orang itu.
“Ayah hentikan!” suara itu mengagetkan semua orang yang
ada di tempat itu. Semua orang dengan seketika menoleh, dan ternyata suara itu
adalah Hamengkubuono. Hamengkubuono menunggangi kudanya bersama Sinta.
“Kau terlalu jahat! Kau menyakiti orang yang tidak
bersalah.” Ucap Hamengkubuono sambil turun dari kudanya.
“Oh..jadi sekarang kau berani berbicara dengan nada
tinggi kepadaku? Siapa yang mengajarkanmu seperti ini sekarang? Kau membangkang
wahai anakku!” ucap Sultan Ametung dengan nada tinggi. Sedangkan Diah Ametung
langsung berlari menuju arah Hamengkubuono dan langsung memeluk anak semata
wayangnya itu.
“Aku hanya tidak suka kau bertindak seperti ini kepada
orang lain. Orang lain mempunyai haknya masing-masing. Dan dalam hal ini, orang
tua Sinta tidak bersalah, yang bersalah adalah aku. Aku yang mengajak Sinta
untuk meninggalkan desa ini. Ini sepenuhnya salahku Yah. Aku hanya ingin Ibu
dan Ayah memahami bahwa aku sungguh ingin menikah dengan wanita yang kucinta.
Aku hanya berharap Ibu dan Ayah tidak membeda-bedakan derajat orang. Semua sama
Yah, yang membedakan baik buruknya orang adalah sikapnya. Sama saja ayah
mempunyai banyak harta tapi tidak bermanfaat untuk orang lain dan selalu
menyakiti orang lain,” jawab Hamengkubuono panjang lebar.
“Jadi kau sudah berani menasehatiku? Lancang kau!” ucap
Sultan Ametung dengan emosi yang menggebu-gebu.
“Benar apa kata Hamengkubuono, kita sudah bertindak
kelewatan kepada orang lain. Kita terlalu banyak menyakiti orang lain, orang
lain memang mempunyai hak-haknya masing-masing yang patut kita hargai,” ucap
Diah Ametung.
“Jadi kalian berdua berani menasehatiku?” ucap Sultan
Ametung dengan nada emosi. Tapi, omongan Sultan Ametung tidak ditanggapi oleh
Diah Ametung.
“Kembalilah ke istana nak,” pinta Diah Ametung.
“Aku mau kembali ke istana asalkan Sinta dan orang tuanya
bisa tinggal di istana bersamaku,” ucap Hamengkubuono.
“Tidakk!! Aku tidak akan sudi istanaku berisi orang yang
tidak pantas!” ucap Sultan Ametung dengan amarah yang menggebu-gebu.
Lalu, Diah Ametung mendekati Sultan Ametung dan merayu
Sultan Ametung agar mau menuruti keinginan anaknya. Dengan percakapan yang
cukup lama, akhirnya Sultan Ametung menyetujui keinginan anaknya.
Akhirnya, Sultan Ametung, Diah Ametung, Hamengkubuono,
Sinta, dan orang tua Sinta hidup di istana. Mereka hidup dengan damai dan
bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar